Banjir Rob Akibat Reklamasi Pantai Untuk Pengembangan Kota Semarang


Gambaran Isu Permasalahan.

Salah satu bencana yang dominan terdapat di kawasan pesisir adalah bencana banjir pasang (rob). Banjir pasang dalam pengertian disini adalah merupakan perluasan dari sisi kanan dan sisi kiri dari sungai-sungai yang bermuara ke laut atau dekat dengan daerah pantai dan sering tergenang pada waktu terjadinya pasang naik (Gerrald dalam Sukaimah, 2002). Pada kawasan pantai Kota Semarang sering terjadi banjir akibat dari pasang surut air laut, yang terkenal dengan banjir rob. Banjir rob adalah genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah dari muka air laut pasang tinggi (high water level).

Reklamasi pantai utara kota Semarang menjadi salah satu faktor menyebabkan banjir rob yang terjadi di Kota Semarang. Terjadinya banjir ini muncul dari masuknya air laut menuju daratan yang biasa dikenal dengan banjir rob.Dalam Kota Semarang, reklamasi yang dilakukan dibedakan dalam dua kategori, yaitu :
  1. Reklamasi rawa-rawa/tambak. Reklamasi rawa-rawa ini yang dapat menjadi salah satu penyebab semakin meluasnya area genangan banjir, termasuk rob. Yang lebih parah kebanyakan pelaksana kegiatan reklamasi rawa-rawa/tambak ini dilakukan oleh masyarakat sendiri dan tidak disertai dengan dokumen UKL-UPL ataupun AMDAL.
  2. Reklamasi pantai. Reklamasi pantai dapat menyebabkan meluasnya genangan rob bila tidak disertai dengan perencanaan sistem drainase yang bagus, apalagi bila lahan tersebut menghalangi jalan kembalinya air ke laut saat surut. Dampak negatif terbesar pelaksanaan kegiatan reklamasi pantai adalah menyebabkan erosi garis pantai di kawasan lain dan sedimentasi di sisi lain. Simulasi teknis perubahan pola arus dan hidrodinamika perairan laut harus diperhitungkan dalam hal ini

Dalam lingkup yang lebih luas sebenarnya banjir rob di kota Semarang disebabkan oleh beberapa faktor, bukan hanya karena reklamasi. Beberapa literatur mengulas bahwa fenomena banjir rob kawasan pantai Semarang merupakan akibat dari beberapa peristiwa berikut :
  • Perubahan penggunaan lahan di wilayah pantai: lahan tambak, rawa dan sawah, yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahan pemukiman, kawasan industri dan pemanfaatan lainnya, dengan cara mengurug tambak, rawa dan sawah, sehingga air laut tidak tertampung lagi, kemudian menggenangi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari sekitar 790,5 Ha lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 Ha lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 Ha lahan tambak (Bappeda, 2000)
  • Penurunan tanah di kawasan pantai (land subsidence). Penurunan muka tanah pada wilayah pantai Kota Semarang berkisar antara 2-25 cm/tahun. Khusus di wilayah Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian kelurahan Terboyo Kulon emncapai 20 cm/tahun (Dit. Geologi dan tata Lingkungan, 1999)
  • Penurunan permukaan air tanah sebagai akibat dari penggunaan air tanah yang berlebihan, dan recharge air tanah pada kawasan konservasi yang buruk. Pengambilan air tanah Kota Semarang sebesar 35,639 x 106 M6/tahun (Dit. Geologi dan Tata Lingkungan, 1998) • Kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai efek pemanasan global. Antara tahun 1990 hingga tahun 2100 akan terjadi kenaikan suhu rerata permukaan bumi sebesar 1,4 0C – 5,8 0C. Pemansan global itu akan menyebabkan perubahan iklim bumi, dan kenaikan muka air laut (Sea Level Rise) sekitar  1,00 M pada tahun 2100 (Intergovernmental Panel on Climate Change-IPCC-Working Group 2, 2001)

Bentuk Mitigasi/Penanggulangan Bencana Banjir Rob

Fenomena banjir rob juga salah satunyadisebabkan oleh tangan manusia. Aktivitas manusia yang melakukan peru-bahanpenggunaan lahan di wilayah pantai: lahan tambak, rawa, dan sawah yang dulusecara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahanpemukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya, dengan cara mengu-ruk tambak, rawa, dan sawah sehingga air pasang laut tidak tertampung lagikemudian menggenan-gi kawasan yang lebih rendah lainnya.

A. Analisis dalam Konteks Banjir Rob di Semarang

Berbagai kajian tentang banjir rob kota Semarang telah banyak dilakukan olehpeneliti-peneliti terdahulu. Penelitian-penelitian tersebut sebenarnya mempunyaisatu tujuan yaitu sebagai landasan dalam penanganan banjir rob. Penelitian-penelitian banjir rob yang telah dipelajari oleh penulis memberikan kesimpulantentang penyebab, ancaman dan risiko dari daerah yang terdampak, danpenanganannya.

Dalam penelitian Wirasatriya (2005) menyebutkan bahwa kenaikan muka lautakibat dari pemanasan global menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir robkota Semarang. Penelitian tersebut didasari dengan melakukan analisis dari datastasiun pasang surut Semarang dalam 20 tahun terakhir penelitian tersebut.Kemudian dalam penelitian Gumilar, dkk (2009) yang menggunakan data GPSdan sipat datar, menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan muka tanah diwilayah Semarang, dimana hal tersebut menjadi penyumbang penyebabterjadinya banjir rob kota Semarang. Masih dalam penelitian tersebutmengemukakan bahwa penurunan muka tanah akan selalu meningkat seiringdengan meningkatnya populasi dan pembangunan perkotaan di wilayah inimelaui pengambilan air tanah yang berlebihan dan beban bangunan/urugan.Kajian tentang banjir rob kota Semarang selanjutnya adalah tentangpemodelannya. Penelitian yang dilakukan Marfai (2003) melakukanpemodelanbanjir rob dengan pendekatan hidrografik dan penggunaan analisisspasial dengan SIG. Kemudian hal yang sama dilakukan dalam penelitianSutanta, dkk (2005) yang melakukan pemodelan banjir rob menggunakan datapeta topografi skala 1 : 5.000 dan sipat datar. Pada penelitian Bakti (2010) danFrits (2010) juga melakukan pemodelan dengan mengakomodasi data topografidari DEM SRTM dikombinasikan dengan penurunan muka tanah dan kenaikanmuka laut untuk menghasilkan peta sebaran banjir rob kota Semarang. Daripemodelan banjir rob kota Semarang yang dimodelkan secara matematis dapatdijadikan prediksi daerah mana saja yang terdampak dari banjir rob tersebutuntuk tiap tahunnya.

B. Analisis Aktifitas Sosial Ekonomi

Dampak genangan rob juga menggangu aktifitas masyarakat umum sepertikaryawan, pegawai, TNI,dan nelayan baik itu rob harian, pasang air laut mupunrob musim hujan. Untuk rob dengan ketinggian 05-15 cm dan lama genangan 2-4 jam yang disebabkan pasang air laut secara umum tidak mengakibatkangangguan aktivitas utama mata pencaharian (kerja), gangguan yang dirasakanhanya perjalanan ke tempat kerja tidak nyaman melewati genangan dan jalanyang becek (nurhayati, 2012). Genangan rob di bulan basah (Desember, Januari, Februari) dengan ketinggian40-100 cm dan lama genangan 6-12 jam mengakibatkan gangguan padaPNS/ABRI/POLRI, Buruh industri, buruh bangunan: Rob terjadi di pagi hari ketempat kerja terlambat, rob terjadi di siang hari pulang kerja terlambat. Rob tinggitidak kerja. Sedangkan unit pengusaha sedang (kontraktor bangunan danpengasapan ikan mangut): Hasil usaha tidak optimal, rob terjadi di pagi harikaryawan datang terlambat, rob di siang hari ka-ryawan pulang cepat dan saatrob tinggi pekerja libur.

Jika dilihat dari sisikesehatan, banjir rob akan menggenangi sebagian tempat yang merupakanaktifitas masyarakat, akibatnya penyakit kulit dan gatal-gatal sangat berpotensididaerah tersebut. Penurunan kualitas kesehatan dan perekonomian masihdiperparrah dengan semakin sempitnya ruang gerak bermain bagi anak-anaksehingga kondisi ini juga akan mempengaruhi tingkat perkembangan dan pemi-kiran.

C. Analisis Kelembagaan/Organisasi dan Koordinasi

Pengendalian banjir di suatu wilayah sungai diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan hukum sesuai kewenangan masing-masing, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD provinsi (atau Satkorlak), dan BPBD kabupaten/kota (Satlak). Sedangkan pengendalian banjir merupakan sebagian tugas yang diemban oleh pengelola sumber daya air wilayah sungai. Untuk melaksanakan tugas tersebut, di dalam struktur organisasi pengelola sumber daya air wilayah sungai terdapat unit yang menangani pengendalian banjir.Tugas-tugas unit yang menangani pengendalian banjir adalah:
  1. melaksanakan pengumpulan data, pembuatan peta banjir, penyusunan rencana teknis pengendalian banjir;
  2. melaksanakan analisis hidrologi dan penyebab banjir;
  3. melaksanakan penyusunan prioritas penanganan daerah rawan banjir;
  4. melaksanakan pengendalian bahaya banjir, meliputi tindakan darurat pengendalian dan penanggulangan banjir;
  5. menyusun dan mengoperasikan sistem peramalan dan peringatan dini banjir;
  6. melaksanakan persiapan, penyusunan, dan penetapan pengaturan dan petunjuk teknis pengendalian banjir; dan
  7. menyiapkan rencana kebutuhan bahan untuk penanggulangan banjir.
Berkaitan dengan pengendalian banjir, lembaga koordinasi yang ada adalah Tim Penanggulangan Bencana Alam. Pada tingkat nasional adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tingkat provinsi adalah BPBD provinsi (jika belum dibentuk dikoordinir oleh Satkorlak PB), dan pada tingkat kabupaten/kota adalah BPBD kabupaten/kota (jika tidak dibentuk dikoordinir oleh Satlak PB). Obyek yang dikoordinasikan dalam pengendalian serta penanggulangan banjir dapat dipisahkan menjadi tahapan sebelum banjir, saat banjir, dan sesudah banjir.

D. Analsis Dampak Bencana Banjir Rob

Banjir rob memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.
  • Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.
  • Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air , dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.
  • Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).
  • Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.
  • Dampak banjir terhadap masyarakat tidak hanya berupa kerugian harta benda dan bangunan. Selain itu, banjir juga mempengaruhi perekonomian masyarakat dan pembangunan masyarakat secara keseluruhan, terutama kesehatan dan pendidikan (Arduino dkk, 2007).
Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek (sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut: 
  1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.
  2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.
  3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan dan hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.
  4. Aspek sarana-prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
  5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.
Upaya mitigasi dalam penaggulangan bencana banjir rob diperlukan untuk mengatasi beberapa permasalahan maupun dampak yang ditimbulkan dari bencana tersebut. Berdasarkan Undang-undang No 24 Tahun 2007, (Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9), pengertian mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Menurut Kodoatie RJ dan Sjarief R (2005) beberapa metode pengendalian banjir secara normatif, ada dua metode mitigasi/penanggulangan banjir. Pertama, metode struktur, dan yang kedua adalah  metode non struktur.  Metode struktural  yaitu dengan melakukan modifikasinya dan perbaikan terhadap sungai serta pembuatan bangunan-bangunan pengendalian banjir. Berbagai jenis kegiatan fisik yang dilakukan pada suatu sungai yaitu dengan membentuk satu sistem pengendalian banjir yang direncanakan dengan kapasitas dan dimensi sesuai dengan nilai kelayakannya/kesesuaian dengan kondisi yang ada. 
  • Pembangunan stasiun pompa drainase dan kolam retensi yang dapat mengendalikan banjir. Pencanangan pembangunan stasiun pompa tersebut dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di Muara Kali Semarang (Kompas, 15/10 2013) . Pembangunan Stasiun Pompa Semarang terdiri dari pompa drainase berkapasitas 30 m3/detik, lima pintu air, kolam retensi seluas 6,8 ha dengan kapasitas tampungan 170.000 m3, tanggul darurat sepanjang 26 meter dan saringan sampah. Selain dilakukan perbaikan sistem drainase Kali Semarang, Kali Asin dan Kali Baru mencakup pengerukan dasar sungai, masing-masing sepanjang 6.550 meter untuk Kali Semarang, Kali Asin 1.200 meter dan Kali Baru 950 meter
  • Normalisasi sungai, perbaikan sistem drainase, peningkatan aspek operasi dan pemeliharaan, penertiban pengambilan air tanah, pembangunan waduk jati barang (kreo) serta penanganan di daerah hulu.
Kedua, metode nonstruktur berbasis masyarakat. Pada prinsipnya upaya ini bukan merupakan upaya untuk menangani sungai agar air banjir tidak menggenangi dataran banjir atau agar kemungkinan terjadinya limpasan berkurang, seperti halnya pada kegiatan struktur, namun berupa upaya penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia agar harmonis dan serasi dengan lingkungan/alam sedemikian rupa, sehingga kerugian/bencana yang ditimbulkan oleh banjir terhadap masyarakat menjadi sekecil mungkin. Dengan demikian upaya ini berupa rekayasa sosial yang menuntut adanya keserasian/keharmonisan dari seluruh kegiatan manusia dengan alam/lingkungan hidupnya.
  • Pengaturan penggunaan lahan di dataran banjir. Pengaturan penggunaan/pemanfaatan lahan atau penataan ruang di dataran banjir perlu disesuaikan dengan adanya resiko terjadinya banjir.
  • Penetapan batas sempadan sungai dan penertiban penggunaan lahan di daerah manfaat sungai. Pada sungai-sungai yang melewati daerah perkotaan batas sempadan sungai mutlak diperlukan agar sungai tidak semakin menyempit dengan adanya pemukiman di sepanjang alur sungai, dan sekaligus terjadinya bencana yang dapat mengancam pemukiman itu sendiri dapat terhindar.
  • Peran serta swasta dan masyarakat. Dengan keterbatasan yang ada pada Pemerintah terutama yang menyangkut dana untuk pembangunan prasarana dan sarana fisik pengendali banjir, maka peran serta swasta dan masyarakat harus lebih ditingkatkan.
Agar banjir tidak menimbulkan masalah yang besar pada masyarakat, dan juga agar masyarakat mengetahui dan menyadari adanya berbagai penyebab terjadinya masalah yang datangnya sebagian besar dari masyarakat sendiri, serta menyadari atas segala keterbatasan yang ada pada setiap upaya mengatasi masalah banjir, maka masyarakat perlu diberi pengertian yang benar. Dengan mengetahui permasalahan secara benar diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi aktif untuk ikut mengatasi dan menghindarkan timbulnya masalah.

Selain itu, menurut UNESCO (2008), masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan tindakan-tindakan seperti:
  1. Membersihkan selokan, got dan sungai dari sampah dan pasir, sehingga dapat mengalirkan air keluar dari daerah perumahan dengan maksimal.
  2. Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk mencegah dibuangnya sampah ke sungai atau selokan.
  3. Menambahkan katup pengaturan, drain, atau saluran by-pass untuk mengalirkan air keluar dari perumahan. Memperkokoh bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak belukar, dan membuat bidang resapan di halaman rumah yang terhubung dengan saluran drainase.
  4. Memindahkan rumah, bangunan dan konstruksi lainnya dari dataran banjir sehingga daerah tersebut dapat dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air yang tidak dapat ditampung dalam badan sungai saat hujan.
  5. Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat diserap oleh pepohonan dan semak belukar.
  6. Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.
  7. Melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghindari banjir yang dapat juga berguna bagi masyarakat di daerah lain.
Reklamasi khususnya reklamasi pantai tetap diperlukan di Kota Semarang ini. Selain itu perlu juga dipikirkan reklamasi lepas pantai atau di tengah laut. Reklamasi lepas pantai dapat menjadi alternatif karena tidak mengganggu sistem drainase Kota Semarang. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah (bukan pesanan) terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Dengan kerja sama yang sinergis antara Pemkot dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat maka keputusan yang manis dan melegakan dapat diambil. Jika memang berdampak positif maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika negatif tidak perlu direncanakan.

Sumber Pustaka
Arduino, G., Langenhorst, H., Siska, E. M., 2007, Petunjuk Praktis Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Banjir, UNESCO Office Jakarta.
Bakornas PB. 2007. PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR. TAHUN 2007/2008. PELAKSANA HARIAN BAKORNAS PB. Jakarta.
Jurnal. Journal of Education Social Studies 1 (2) (2012).Pusat Komunikasi Publik. 2012. Perbaikan Drainase Akan Kendalikan Banjir danRob Semarang.Wirasatria, Anindya. dkk. 2006. Kajian Kenaikan Muka Laut sebagai LandasanPenanggulangan Rob di Pesisir Kota Semarang.
Jurnal . Jurnal Pasir Laut,Vol. 1, No.2, Januari 2006 : 31-42
L.N., Arief. dkk. Pemetaan Resiko Bencana Banjir Rob Kota Semarang.Dipublikasikan dalamThe 1st Conference on Geospatial InformationScience and Engineering.
Nurhayati, Erna Pandi. 2012. Dampak Rob terhadap Aktivitas Pendidikan danMata Pencaharian di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.
UNESCO. 2008. Petunjuk Praktis Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Banjir. Jakarta.
Next
This is the most recent post.
Previous
Older Post

0 comments:

Post a Comment

 
MARS-4EVER © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top